1. Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam
melakukan audit atas laporan keuangan dan
kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.
Tugas
dan Tanggung Jawab Auditor:
·
Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan.
Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
·
Sistem
Akuntansi. Auditor
harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan
menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
·
Bukti
Audit. Auditor
akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan
kesimpulan rasional.
·
Pengendalian
Intern. Bila
auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal,
hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance
test.
·
Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang
relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil
berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional
atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Tokoh yang
bekerja sebagai Auditor salah satunya adalah I Gusti Agung Made Rai.
Sejak tanggal 01-04-1970, dia telah bertugas sebagai Adjun Inspektur Inspektorat Renop di BPK RI. Kemudian menjadi Penilik Sub Auditorat III.C.2, tahun 1973. Pemeriksa Muda Sub Auditorat III.C.2, tahun 1977. Pemeriksa Muda Bagian
Sekretariat Pimpinan, tahun 1980. Pj. Kasi Seksi BUMN Jasa Perdagangan, tahun 1981.
Kemudian menjabat Kepala Seksi BUMN Jasa Perdagangan, tahun 1983. Kepala Seksi Auditorat ODIT J, tahun 1986. Kasub Bagian Penyelenggaraan, tahun 1988. Pj. Kepala Bagian Bina Program, 1988.
Lalu menjabat Kepala Pusat Informasi Administrasi LAN tahun 1992. Kembali lagi ke BPK sebagai Kepala Pusdiklat Pegawai BPK RI, tahun 1995. Pemeriksa Utama Pusdiklat Pegawai, tahun 1998. Staf Ahli di BPK RI, tahun 1999. Auditor Utama Keuangan Negara II di BPK RI, tahun 2002. Anggota BPK RI, tahun 2004 s/d sekarang.
I Gusti Agung Made Rai juga telah mengikuti berbagai pelatihan. Di antaranya Pelatihan SPATI di LAN Jakarta, Tahun 1998; Pemeriksa Muda di BPK RI Jakarta; Penilik di BPK RI Jakarta; Pengendali Mutu Senior di BPK RI Jakarta; Performance Auditing Course di BPK RI Jakarta; Workshop Standar Audit Pemerintah di New Delhi India; P4 Type A, Angkatan I di BPK RI Jakarta.
Juga Penataran Auditing I, Angkatan I di BPK RI Jakarta; Oil Accounting and Auditing; Tatabuku Bon A1, No. 732540; Tata Buku Bon A2, No. 402554; Tata Buku Bon B; Pemeriksaan Pengelolaan, Angkatan VI di BPK RI Jakarta; Management Audit Course New School For S.R. USA, New York City, USA tahun 1980; dan Workshop Standar Audit Pemerintah, di BPK RI Jakarta, tahun 1997.
Dia telah menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya XXX Tahun, tahun 1997.
2.
Pada tahun 1978 Institute of
Internal Auditor (IIA) mengenalkan Standard for the Professional Practice
of Internal Auditing yang harus digunakan oleh Auditor Internal di seluruh
dunia untuk menyediakan konsistensi secara internasional dan menjadi alat
pengukuran audit quality assurance. Standard tersebut terdiri dari 5
bagian umum dan 25 standard spesifik, yang didalamnya meliputi Statements on
Auditing Standars.
Standard
IIA dibuat untuk mengembangkan panduan yang jelas dan pengukuran yang konsisten
atas aktivitas operasional yang dilakukan auditor internal. Standard tersebut
menyatukan seluruh peraturan tentang pengauditan internal secara global karena
memperbaiki standardinternal audit practice, proclaiming the role, scope,
performance,and objective of internal auditing,promoting the recognition of
internal auditing as a professsion,dan promoting responsibility within the
internal auditing profession.
Terdapat
riset lebih lanjut mengenai peran dari auditor internal, yang dikenal dengan
Competency Framework for Internal Auditing (CFIA) yang dilakukan oleh IIA.
Riset tersebut dilakukan untuk memperbaharui Common Body of Knowledge (CBOK),
yang telah diharapkan oleh auditor internal profesional. CFIA tidak hanya
memasukkan kompetensi yang harus dimiliki oleh auditor, tapi juga dilengkapi
dengan pemaparan mengenai bagaimana kompetensi tersebut harus dinilai.
Berdasarkan
riset yang telah dilakukan, IIA juga mengajak kelompok internasional dari
profesional audit, yaitu Guidance Task Force (GTF) untuk membentuk formula guidance
framework dari pengauditan internal. Kerjasama tersebut menghasilkan
Professional Practice Framework, yang terdiri dari Standard, Practice
Advisories, dan Development and Practice Aids.
Pada
bulan Januari 2002, IIA mengadopsi standard yang telah direvisi, termasuk
didalamnya terdapat definisi baru tentang internal auditing. Sejak tahun
2002, internal auditing didefinisikan sebagai:
Internal
Auditing is an independent, objective assurance and consulting ativity designed
to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization
accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to
evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and
governance processes.
A. Alasan Diperlukannya Standar Etika
Dalam merencanakan dan melakukan pekerejaaannya, auditor
internal dituntuk untuk profesional. Profesionalisme selalu identik dengan
sikap yang menjunjung tinggi nilai integritas, kejujuran, kompetensi, serta
selalu memegang teguh amanah. Professional Practice Framework (PPF) yang
diterbitkan oleh IIA (2003), menyebutkan salah satu attribute standar bagi
pengawas intern adalah proficiency (kecakapan) dan due professional care
(menjaga sikap profesional). Proficiency diartikan bahwa pengawas intern harus
memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kompetensilain yang
dibutuhkan untuk menjalankan tanggung jawabnya dengan kinerja yang baik.
Aktivitaspengawasan intern secara kolektif harus memiliki pengetahuan,
keterampilan dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk menjalankan tanggung
jawabnya dengan baik.
Selain itu diuraikan lebih lanjut yaitu pimpinan unit
pengawas intern harus memperoleh sarandan asistensi yang kompeten jika staf
pengawas intern kekurangan pengetahuan, keterampilan, atau kompetensi yang dibutuhkan
sesuai kebutuhan penugasan. Pengawas Intern harus memiliki pengetahuan yang
cukup untuk mengidentifikasikan indikasi kecurangan (fraud) tetapi tidak
diharuskan memiliki seorang ahli untuk mendeteksi dan investigasi kecurangan
(fraud).
Due professional care diartikan sebagai pengawas internal
harus menerapkan kepedulian dan memiliki ketrampilan sebagai pengawas intern
yang kompeten dan hati-hati. Hal ini bukan berarti tidak mungkin berbuat salah.
Selain itu p=engawas intern harus selalu mengasah pengetahuan, ketrampilan, dan
kompetensi lain melalui continuing professional development.
Untuk dapat membangun profesionalisme memang tidaklah mudah.
Perlu dibangun berbagai aspek atau hallmark untuk mendorong terbangunnya
profesionalisme yang kokoh pada sebuah profesi, dimana umumnya ditandai dengan
beberapa tanda-tanda. Hal ini diungkapkan oleh Spencer Pickett(2003) pada
bukunya The Internal Auditing Handbook.Ia menyebutkan tanda-tanda tersebut,
meliputi :
1. Memiliki kerangka umum
pengetahuan yang jelas (a common body of knowledge atau CBOK). CBOK
mencerminkan sebuah tingkat pengetahuan minimal yang harus dipelajari dan
dipahami oleh setiap penyandang profesi agar dapat menjalankan profesinya. CBOK
ini juga yang menjadi karakteristik atau kekhususan dari sebuah profesi.
2. Memiliki program
pendidikan dan pelatihan.Penyandang profesi harus mampu menjaga keahlian dan
kualitas diri dalam menjalankan profesinya. Untuk itu, sebuah profesi harus
didukung dengan program pendidikan dan pelatihan yang baik dan berkelanjutan.
Pendidikan dan pelatihan dengan program dan kurikulum yang tepat akan menjaga
kualitas setiap individu penyandang profesi hingga ia layak dikategorikan
sebagai insan yang profesional.
3. Memiliki Kode Etik.
Kode Etik merupakan sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang baik dan boleh bagi penyandang profesi, dan
apa yang tidak baik dan tidak boleh. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan profesi
dalam menjaga kualitas sikap dan perilaku setiap individu penyandang profesi-
nya. Untuk itu kode etik profesi harus dapat dirumuskan secara jelas dan
dipahami oleh setiap penyandang profesi.
4. Adanya organisasi
profesi. Sebuah profesi harus memiliki lembaga profesi yang mencerminkan
kepentingan anggota dan menjaga kualitas layanan yang diberikan. Pada lembaga
ini kita akan melihat adanya status resmi dari organisasi, pimpinan dan staf
pengelola, logo, keanggotaan, rapat dan seminar yang berjalan rutin, beberapa
komisi sesuai kebutuhan, adanyakontrak dengan anggota, dan riset-riset.
5. Penegakan sanksi atas
pelanggaran. Hal ini merupakan jaminan bahwa setiap penyandang profesi memiliki
kinerja sesuai standar sebagai kewajiban formal dari profesi kepada masyarakat.
Pemberian sanksi yang tegas atas setiap pelanggaran akan mendorong setiap
individu penyandang profesi untuk bekerja secara cermat, teliti, dan hati-hati.
Auditor internal dituntut bersikap profesional untuk
mengembangkan fakta dan detail dalam suatu temuan audit. Dengan adanya standar
etika yaitu sikap profesionalisme, maka peranan auditor internal dalam
mengungkapkan penyimpangan dapat dilihat dari hasil temuan audit yang kemudian
hasil tersebut akan dianalisis dan disimpulkan oleh auditor internal. Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, auditor internal harus
melaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh aktivitasnya. Tanggung
jawab, memastikan dipatuhinya semua peraturan, termasuk nilai-nilai sosial,
yaitu mempertimbangkan tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan
kekuasaan, menjadi profesional dan memenuhi etika, lingkungan bisnis yang baik.
Alasan mengapa diperlukannya standar etika yaitu agar
terhindar dari sikap atau perbuatan yang dapat melanggar norma-norma yang ada
di lingkungan masyarakat. Manusia yang memiliki etika baik juga akan mendapat
perlakuan yang baik dari orang lain. Ketika profesionalisme sebagai standar
etika digunakan maka akan kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi
bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu
berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat
dalam menjalani hidup ini, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
B. Standar etika information systems
audit and control association (ISACA)
2.1 Organisasi
Information Systems Audit and Control Association (ISACA)
berdiri secara formal sejak 1969. Pertama kali didirikan, ISACA merupakan
asosiasi bagi para IS auditor dengan fungsi sebagai sumber informasi dan pihak
yang memberikan panduan-panduan praktik bagi IS auditor. Namun, saat ini,
keanggotaan ISACA telah mencapai 35,000 orang yang tersebar di 100 negara di
seluruh dunia (di Indonesia terdapat 100 anggota).
2.2 Sertifikasi
Salah satu bentuk pengakuan mengenai keprofesionalan di
kalangan para auditor TI adalah diperolehnya CISA (Certified Information System
Auditor).Sejak 1978, gelar CISA telah diakui hampir di seluruh dunia sebagai
suatu bentuk pencapaian prestasi tersendiri dan menunjukkan kualifikasi
tertentu sebagai seorang auditor TI atau auditor SI (sistem informasi).
Anggota ISACA harus mematuhi kode etik yang dikeluarkan
ISACA.ISACA juga mengeluarkan Audit Standard khusus yang harus ditaati oleh
para anggotanya. Pelanggaran atas kode etik dan ketidaksesuaian antara praktik
dengan standar audit akan diinvestigasi oleh ISACA dan mendapatkan sangsi
khusus, terutama bila terbukti adanya pelanggaran.
Kode Etik Profesional
ISACA:
The
Information Systems Audit and Control Association (ISACA) mengeluarkan kode
etik professional (Code of Professional Ethics) untuk dijadikan panduan perilaku
bagi para personal maupun professional anggota asosiasi dan atau para
penyandang sertifikasi, yaitu:
Anggota
dan para penyandang sertifikasi ISACA, harus:
1. Mendukung
penerapan, dan mendorong kesesuaian dengan, standar, prosedur dan pengendalian
sistem informasi yang tepat.
2. Melakukan
tugas-tugas mereka secara sungguh-sungguh (due diligence) dan profesional,
sesuai dengan standar-standar professional dan praktik terbaik (best
practices).
3. Memenuhi
kebutuhan para stakeholders dengan secara jujur dan memenuhi aturan/hokum,
sambil menjaga tindakan dan perilaku, dan tidak terlibat dalam
tindakan-tindakan yang merugikan profesi.
4. Tetap menjaga
privasi dan kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan tugas-tugas
mereka, kecuali hal itu diminta oleh pihak yang berwajib (legal authority).
Informasi semacam itu tak boleh digunakan untuk keuntungan pribadi atau
diberikan kepada pihak yang tidak berkompeten.
5. Tetap menjaga
kompetensi di bidang masing-masing dan bersedia hanya melakukan kegiatan
tersebut, yang dapat mereka harapkan untuk diselesaikan dengan kompetensi
profesional.
6. Memberitahu para
pihak yang berkompeten mengenai hasil kerja yang dilakukan; memberitahu semua
fakta nyata kepada mereka.
7. Mendukung
edukasi professional kepada para stakeholder dalam upaya meningkatkan pemahaman
mereka mengenai keamanan dan pengendalian sistem informasi.
Gagal
dalam memenuhi Kode Etik Profesional ini akan berakibat dilakukannya
investigasi terhadap perilaku anggota dan pemegang sertifikasi dan,
setinggi-tingginya, akan mendapatkan tindakan indisipliner.
Sumber:
-
Mahdiati,
Arfian. 2014. url: http://arfianamahdiati.blogspot.com/2014/03/kode-etik-auditor-internal.html.
3,juni 2015.
-
2012.
url: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/1360-auditor-utama-jadi-anggota-bpk.
3,Juni 2015.
-
url:
http://id.wikipedia.org/wiki/Auditor.
3, Juni 2015.